Jelajah
IMG-LOGO

Menjaga Candi Borobudur Dengan Sandal Upanat

Create By 24 July 2024 355 Views

Borobudur - Magelang.  Sudah lebih dari satu tahun lalu sandal upanat menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat Indonesia khususnya wisatawan Candi Borobudur. Sandal upanat merupakan bentuk implementasi dari Relief Karmawibhangga panel 150. Sandal ini terbuat dari bahan dasar daun pandan yang di keringkan dan dianyam sedemikian rupa. Pada bagian pengait jari kaki dihias dengan batok kelapa yang telah dipotong melingkar dan diberi lubang di tengah sebagai tempat tali agar kaki bisa mencengkram sendal.

Nama “Upanat” sendiri diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti “Alas Kaki”. Awalnya pembuatan sandal ini diedukasikan kepada masyarakat Borobudur. Bagi siapa saja yang ingin belajar memproduksi sandal upanat diperbolehkan untuk mengikuti workshop tersebut. Setelah diadakan workshop, pihak pengadaan menawarkan kepada anggotanya untuk menjadi pengrajin tetap yang bertugas mengerjakan pesanan sandal upanat setiap harinya. Dari sekian banyak anggota workshop, hanya ada empat orang yang menyanggupi tugas tersebut. Satu satunya Ibu Widayah. Bu Widayah sudah memproduksi sandal upanat kurang lebih selama satu setengah tahun, dimulai dari awal dibukanya Candi Borobudur pasca Covid-19. Awalnya setiap pengrajin harus menyelesaikan sebanyak 100 pasang sandal upanat dalam sehari untuk disetor ke Kantor BUMDESMA Kecamatan Borobudur lalu didistribusikan ke kawasan Candi Borobudur untuk dijual ke wisatawan dan sebagai syarat untuk bisa naik ke atas Candi Borobudur.

Saat ini pengrajin sendal upanat di Kecamatan Borobudur telah mencapai 40 orang lebih sehingga banyaknya jumlah pesanan dari Candi Borobudur tentunya dapat diselesaikan dengan cepat. Sendal upanat diproduksi dengan berbagai macam ukuran dan ukuran terbesar ada di angka 50 mengikuti ukuran kaki turis asing. Berkaitan dengan hal tersebut, model sandal upanat juga dibagi menjadi dua, ada yang seperti sandal jepit, ada juga yang seperti flat shoes. Selain sandal upanat, setiap pengrajin juga harus memproduksi tas jinjing yang berfungsi sebagai tempat sandal atau sepatu yang digunakan wisatawan saat naik ke candi Borobudur. Tas jinjing yang digunakan juga telah mengalami pergantian model karena besarnya biaya produksi yang ditanggung oleh pengrajin sehingga mengharuskan mereka untuk memutar otak agar keuntungan dan biaya produksi bisa tertutupi.

Balai Konservasi Borobudur sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sudah melakukan kajian khusus sekaligus uji coba terhadap penggunaan Upanat di Candi Borobudur. Pengkaji Pelestari Balai Konservasi Borobudur, Brahmantara, melakukan sebuah kajian mengenai sandal khusus yang bertujuan untuk mendapatkan contoh produk alas kaki yang memenuhi kriteria durabilityergonomic, dan keselarasan visual, serta yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya partisipasi dari masyarakat melalui pemberdayaan UMKM lokal daerah Borobudur. Dari hasil kajian yang dilakukan telah disimpulkan bahwa penggunaan sandal upanat ini dapat menjadi salah satu upaya masyarakat dalam menjaga dan memelihara batu-batu candi agar tetap dalam kondisi baik dan tidak terkikis akibat gesekan alas kaki wisatawan.